Monday, January 19, 2015

Rudi Garcia dan Pengawal Sayapnya


Sudah lebih dari tiga kali Roma musim ini menyianyiakan kesempatan menikung Juventus. Saya sendiri sudah hampir bosan dengan judul-judul media saat Juventus terpeleset. Dari headline “Saatnya Roma menyodok capolista” hingga yang bernada penuh semangat kutipan Radja Nainggolan “Ini saatnya kita rebut posisi nomor satu “. Seperti solider dengan Juve, Roma malah ikut-ikutan terpeleset.

Bek Sayap

Bekal yang dibawa Garcia jelas lebih banyak untuk mengarungi musim ini dibanding debutnya tahun lalu. Namun beberapa celah mulai terlihat mengganggu. Bagai daging yang terselip diujung gusi, salah satunya kehadiran Ashley Cole seperti hanya geli-geli saja. Alih-alih me
njadi pemain bintang, bapak yang sempat sukses menjadi salah satu bek kiri paling berbahaya di tanah Inggris ini malah menjadi celah buat para penyerang lawan. Cole terlihat tergopoh-gopoh dimakan usia untuk menyisir sisi kiri lapangan. Dengan Balzareti yang cedera praktis Roma menyisakan Jose Holebas. Orang yang baru saja saya tau keberadaannya tahun ini. Beruntung ternyata bek Yunani ini cukup ajaib untuk ukuran bek kiri. Lihat saja golnya ke gawang Inter Milan.

Di sisi kanan Roma menyediakan bek senior Maicon dan Torosidis. Bukan mau merendahkan Maicon, namun bagai Cinderela, Maicon hanya mampu sangat maksimal setengah babak saja. Lebih dari itu dia asam uratnya kambuh (sepertinya). Torosidis sang pelapis pun tidak terlalu wah. Kadang Florenzi dipaksa mengisi posisi ini jika keduanya sedang kumat.

Melihat situasi ini membuat saya bernostalgia ke awal 2000-an. Posisi bek sayap yang diisi duet Vincent Candela dan Marcos Cafu mungkin salah satu yang terbaik di dunia saat itu. Selain mereka saya juga akan sangat ingat dengan bek kontroversial Cristian Pannuci.

“Ibarat mobil saya dan Cristiano Ronaldo sudah berbeda mesin, tidak mungkin saya mengejarnya,” ujar Pannuci saat begitu frustasinya menjadi bulan-bulanan Ronaldo saat melawan MU.

Entah mungkin menjadi kebiasaan buat Roma pada tahun-tahun selanjutnya untuk membeli bek-bek sayap medioker. Yah, kalau tidak medioker pasti sudah memasuki usia om-om. Sebut saja Marco Casseti, Max Tonetto, Abel Xavier, Gabriel Heinze, atau John Arne Riise. Saat bergabung dengan skuad, mereka sudah berumur 30 tahun keatas. Terkesan hanya mengambil celah bek murah lumayan atau gratisan dari klub lain yang kebetulan habis kontrak saja. Mungkin ada pengecualian saat Walter Sabatini (Direktur Olahraga Roma) mendatangkan Jose Angel. Diantara morat-maritnya pertahanan Roma era Enrique, Jose Angel menjadi satu-satunya yang membuat saya merasa Roma masih memiliki bek bagus. Walaupun akhirnya dia dibuang oleh Zeman di musim selanjutnya.

Beberapa musim sebelumnya mungkin masih ada Cicinho bek sayap yang cukup memiliki nama dan tidak uzur. Tapi ya ternyata selain numpang cedera, performa  Cicinho tidak lebih baik dari Marco Casetti kala itu. (intermezzo) apa menurut kalian Marco Casetti mirip Gary Iskak?


Mungkin ada baiknya Garcia mulai memikirkan kembali posisi ini  setidaknya untuk musim depan. Saya rasa terlalu riskan untuk percaya kepada kumpulan paman yang menghuni posisi ini. Davide Santon atau Coentrao mungkin? Atau mencoba pemain akademi akan terlihat lebih menyenangkan dan murah.

Lebih menyenangkan bukan melihat promosinya pemain akademi di tim utama? Bayangkan saja, saat ini praktis hanya dua orang pemain utama yang merupakan produk asli akademi, yaitu Daniele De Rossi dan Francesco Totti. Mungkin bisa ditambah Alesandro Florenzi yang sedang mati-matian bersaing dengan Gervinho, Iturbe, Ljajic, dan sang kapten sendiri Totti.

Di posisi bek sayap sebenarnya beberapa kali Roma memunculkan nama-nama muda. Seperti Aleandro Rosi, Alessandro Crescenzi, Alessio Romagnoli, atau yang teranyar Michael Somma. Aleandro Rosi sempat menyodok posisi bek kanan Roma di awal tahun 2011. Gaya drible yang sangat terlihat meniru Cristiano Ronaldo, sempat menjanjikan sebuah opsi serangan. Stamina dan kekuatan drible dari Rosi ini cukup membahayakan pertahanan lawan Bahkan Rosi bisa menjadi seorang bek yang berfungsi cut inside yang menusuk langsung ke dalam kotak pinalti. Namun di tahun selanjutnya dia dipinjamkan ke klub lain dan digeser bek antah berantah Ivan Piris.

Alessandro Crescenzi lebih mengharukan. Setelah debut diusia 17 tahun pada musim 2009/2010 melawan Sampdoria, Crescenzi tidak pernah dipasang lagi dan selalu dipinjamkan. Total hingga musim ini beliau sudah dipinjamkan ke delapan klub. Sungguh pemain pinjaman sejati. Padahal menilik skill yang dimilikinya (jika mengintip dari game Football Manager dan PES),  Crescenzi merupakan bek serba guna. Dia mampu beroprasi di kanan atau di kiri lapangan. Fisiknya pun cukup kuat untuk seorang bek dan juga memiliki kecepatan yang lumayan. Entah, mungkin karena bau badan mungkin yang membuat dia susah diterima di ruang ganti tim utama hingga sekarang.

Lalu Alessio Romagnoli. Posisi aslinya adalah bek tengah. Namun sudah seperti hal lumrah, seorang bek debutan pasti tidak akan langsung dipercaya berdiri di depan gawang persis. Entah takut sang debutan gugup atau malah membuat kiper dibelakangnya was-was. Sempat dipasang sebagai bek kiri, ternyata Romagnoli cukup mengesankan mengawal sisi kiri. Tubuhnya yang cukup menjulang setinggi 188 cm bisa jadi kelebihan khusus. Mungkin hanya perlu waktu sedikit lagi untuk menunggu matangnya Romagnoli. Saat ini dia sudah menjadi salah satu pilihan utama di Sampdoria.


Kemudian yang baru saja naik kelas tahun ini. Michael Somma. Saya sempat berpikir kalau dia ini adalah penyerang sayap karena acap kali muncul namanya di papan skor saat laga pra musim. Mengejutkan memang untuk seorang anak bawang. Garcia seharusnya sudah memikirkan opsi Somma untuk menggeser posisi Maicon, atau setidaknya Torosidis. Namun sepertinya Torosidis selalu punya cara mengambil hati para pelatih untuk tetap meyakinkan dirinya tetap di tim utama (setidaknya cadangan utama lah). Padahal Torosidis ini ibarat caleg, tidak memberikan inovasi sama sekali. Cuma ya bisa saja jadi bek kanan.


Mungkin sudah saatnya Garcia mengintip para pemain muda. Kalau itu terlalu riskan, ya bukan waktunya tambal sulam pemain harga + skill pas-pasan.

Monday, June 9, 2014

Prediksi Fase Grup Piala Dunia 2014



Tidak terasa event sepakbola terbesar sejagat akan kembali diselenggarakan, Piala Dunia 2014. Buat saya sendiri masih terasa menyebalkannya dominasi Spanyol pada banyak kejuaraan. Rasanya seperti "siapa saja yang juara asal bukan Spanyol." Saya yakin pasti banyak dari Anda merasakan hal yang sama.

Sekarang persis sebelum Piala Dunia digelar saya ingin mencoba memberikan prediksi siapa saja yang lolos pada fase grup. Mohon jangan dijadikan patokan Anda untuk memasang judi bola. Karena semua prediksi ini hanya berdasarkan sesotoyan saya sebagai penggemar Sepak Bola sejak dalam kandungan. Ya, ibu saya saat mengandung saya tiba-tiba seperti kesambet setan gila bola. Dia yang (menurut bapak saya sendiri) tidak pernah suka sepakbola sekonyong-konyong antusias dan berteriak mendukung kesebelasan Italia saat Piala Dunia 1990 berlangsung. Tidak heran anaknya seperti merasa setengah Italia dan mengidolakan Francesco Totti. Hehehe.

Grop A

Peserta  : Brasil, Kroasia, Meksiko, Kamerun.
Prediksi : Brasil sepertinya memang sudah wajib lolos dari grup ini dengan posisi pertama. Dengan diperkuat pemain-pemain dengan skill yang pasti Anda ingin miliki jika bermain Football Manager. Akan ada persaingan ketat untuk memburu posisi kedua di grup ini. Namun Kroasia terlihat lebih siap untuk masuk ke babak selanjutnya jika melihat ke dalaman skuadnya. Meksiko dan Kamerun harus banyak berharap pada bintang utamanya yaitu Javier Hernandez dan Samuel Etoo.

1. Brasil        9
2. Kroasia    6
3. Meksiko   2
4. Kamerun   1

Pemain yang akan menonjol:
Oscar with Chelsea (cropped).jpg
Oscar (Brasil)
Luka Modric - Croatia vs. Portugal, 10th June 2013.jpg
Luka Modric (Kroasia)
Javier "Chicharito" Hernandez vs MLS All Stars.jpg
J. Hernandez (Meksiko)

Samuel Etoo (Kamerun)






Grup B

Peserta  : Spanyol, Belanda, Cili, Australia
Prediksi : Spanyol sepertinya akan kembali menyebalkan dengan mendominasi semua laga. Namun patut diperhatikan. Menurunnya performa Barcelona bisa jadi membuntuti performa Spanyol. Semua seperti sudah tau cara mengalahkan Spanyol. Memiliki pemain yang siap melakukan pressing ketat disegala sudut lapangan dan menggebrak dengan serangan yang tajam seperti yang dilakukan Bayern Munich asuhan Jupp Heynckes. Atau jalan terakhir menumpuk semua pemain di area 16-20 meter dan siap melakukan serangan balik cepat. Belanda akan menemani Spanyol menuju ke babak selanjutnya. Cili siap mengintip peluang jika ada salah satu dari raksasa Eropa ini tergelincir. Australia dengan skuad yang mereka bawa mungkin hanya akan berlibur sambil main bola saja di Brasil. Sorry tetangga. Tim Cahill dan Mark Breciano sepertinya tidak mampu berbuat banyak. Australia seperti tidak move on dari Piala Dunia di Jepang dan Korsel dengan menyertakan mereka.

1. Spanyol    7
2. Belanda    7
3. Cili           3
4. Australia   0

Pemain yang akan menonjol :

David De Gea (Spanyol)
Robin Van Persie (Belanda)
     
Alexis Sanchez (Cili)
Tim Cahill (Australia)






















Grup C

Peserta : Kolombia, Yunani, Pantai Gading, Jepang
Prediksi : Grup yang seimbang. Tapi sepertinya akan menjadi pertandingan dengan rating TV yang biasa saja. Kolombia akan berjaya dengan kedalaman skuad yang mereka punya walaupun sepertinya akan tanpa mega bintang mereka Radamel Falcao. Kolombia mungkin akan ditemani Pantai Gading. Tapi sebagai sesama orang Asia saya ingin melihat Jepang lolos. Yunani akan kesulitan pada tahun ini. Sulit bagi mereka untuk menang jika striker andalan yang mereka punya saja gersang gol seperti Samaras.

1. Kolombia       6
2. Pantai Gading 5
3. Jepang           4
4. Yunani           2

Pemain yang akan menonjol :
James Rodriguez (Kolombia)
Shinji Kagawa (Jepang)
Sokratis Papasthospoulos (Yunani)







Gervinho (Pantai Gading)

























Grup D

Peserta : Uruguay, Kosta Rika, Inggris, Italia
Prediksi : Entah apa yang ada dibenak pelatih Kosta Rika saat melihat hasil pengundian. Joel Campbell dkk akan menjadi objek derita di grup ini. Lalu tiga negara berikutnya akan bersaing ketat. Uruguay akan bersandingan dengan Italia sepertinya. Uruguay akan sedikit mendominasi dibanding Italia. Dengan pemain yang sudah berpengalaman dan sering tampil bersama sejak lama Uruguay mungkin akan sedikit unggul dari negara yang lainnya. Sedangkan Italia, melihat sejarah mereka memang tidak perlu banyak pemain mega bintang untuk melaju, namun melihat sejarah Italia akan sedikit kesulitan di fase grup. Inggris mungkin masih belum saatnya meledak. Pemain muda mereka pasti akan lebih suka ngadem di hotel mungkin. Cuaca di Brasil tidak akan bersahabat dengan pemain Inggris yang terbiasa dengan udara dingin. Pakde Roy Hogdson sendiri tidak terlihat meyakinkan sebagai pelatih jempolan yang sanggup membawa Inggris juara.

1. Uruguay        7
2. Italia              5
3. Inggris           4
4. Kosta Rika    1

Pemain yang akan menonjol :

Luis Suarez (Uruguay)
Ciro Immobile (Italia)
Rahem Sterling (Inggris)
Bryan Ruiz (Kosta Rika)





















Grup E

Peserta : Swiss, Ekuador, Perancis, Honduras
Prediksi : Mungkin bukan grup yang seru buat Perancis. Satu grup dengan negara kelas dua dan tiga sepertinya tidak akan memberikan kesulitan. Tapi pikiran seperti ini yang bisa saja membuat Perancis terjerembap di jurang nestapa. Ingat apa yang mereka alami di Piala Dunia 2002? Dipecundangi Senegal yang membuat manusia seperti Papa Bouba Diop dan El Hadji Diouf terlihat seperti pemain kelas dunia. Lalu di Afrika Selatan pun sama menyedihkannya. Perancis dewasa ini seperti sibukj sendiri dengan masalah internal mereka. Pemberontakan pemain dan ketidak harmonisan di ruang ganti masih menjadi masalah bagi Perancis. Swiss berpeluang menjadi juara grup jika Perancis kembali payah, Ekuador dan Honduras bisa saja jadi batu sandungan atau jika tidak mau dibilang pelengkap Piala Dunia saja.

1. Perancis      7
2. Swiss         5
3. Ekuador     4
4. Honduras   1

Pemain yang akan menonjol :
Xherdan Shaqiri (Swiss)
Paul Pogba (Perancis)
Antoni Valencia (Ekuador)
Wilson Palacios (Honduras)









Grup F

Peserta : Argentina, Bosnia-Herzegovina, Iran, Nigeria
Prediksi : Lionel Messi harusnya meminta kocok ulang jika melihat hasil yang keluar dari Grup F. Mungkin Carlos Tevez di rumah akan berkata "negara gitu doang mah emang nggak perlu gue main.". Memang mengejutkan dengan tidak dipanggilnya top skor dari Juventus ini. Diposisi kedua akan ada Bosnia. Saya punya feeling kuat melihat Bosnia akan setidaknya mencapai semi-final. Kombinasi Miralem Pjanic dan Edin Dzeko yang sedang naik daun dipadukan dengan pertahanan yang akan dikomandoi Asmir Begovic akan menjadi kuda hitam yang patut diperhatikan. Iran dan Nigeria mungkin memiliki pemain kontingen eropa yang lumayan, tapi akan sulit jika berhadapan dengan negara sekelas Argentina. Victor Moses yang menjadi andalan Nigeria pun bukan tipe pemain yang mampu mengangkat satu tim sendirian.

1. Argentina      7
2. Bosnia          7
3. Iran               1
4. Nigeria          1

Pemain yang akan menonjol :


Lionel Messi (Argentina)
Javad Nekounam
(Iran)
Miralem Pjanic (Bosnia Herzegovina)











Victor Moses (Nigeria)


























Grup G

Peserta : Jerman, Portugal, Ghana, Amerika Serikat.
Prediksi : Grup neraka jahanam lainnya selain Grup D. Entah dosa apa Amerika terjebak di neraka ini. Sebenarnya Amerika memiliki pemain yang lumayan seperti Michael Bradley, Clint Dempsey dan Tim Howard. Namun mereka sepertinya susah menandingi kilau kebintangan dan minyak rambut Cristiano Ronaldo, lengkapnya pemain Jerman disemua lini dan kekuatan Afrika yang dibawa Ghana. Portugal akan bertarung sengit dengan Ghana untuk memperebutkan posisi kedua. Mungkin akan ditentukan dari banyaknya gol yang diciptakan saat bertemu dengan Amerika Serikat. Ada satu hal yang menarik di Grup G. Akan terjadi duel antara kakak adik namun berbeda negara, yaitu Kevin Prince Boateng (Ghana) dan Jerome Boateng (Jerman).

1. Jerman       9
2. Portugal     4
3. Ghana        4
4. Amerika     0

Pemain yang akan menonjol :

Cristiano Ronaldo (portugal)

K. Prince Boateng (Ghana)
Mesut Ozil (Jerman)









Michael Bradley (Amerika Serikat)




























Grup H

Peserta : Belgia, Al-Jazair, Rusia, Korea Selatan.
Prediksi : Jika Grup D dan G adalah grup neraka, maka ini adalah grup neraka versi lebih dingin sedikit. Kekuatan yang terlihat merata. Belgia yang disebut-sebut menjadi tim kuda hitam yang mungkin saja merebut juara dunia memang akan terlihat sedikit mendominasi di grup ini. Kedalaman skuad yang lumayan dan diperkuat dengan pemain-pemain kelas dunia semacam Vincent Kompany, Thomas Vermaelen dan Marouane Fellaini serta berbagai wonderkid seperti Eden Hazard, Adnan Januzaj dan Romelu Lukaku bisa saja berbuat banyak di ajang empat tahunan ini. Pertanyaannya, apakah mereka bisa padu jika disandingkan bersama? Rusia yang dilatih oleh pelatih jagoan, Fabio Capelo mungkin bisa bersaing. Namun berbekal pemain yang banyak bermain di kompetisi lokal akan cukup sulit buat Capelo. Sedangkan Korea Selatan memiliki kemungkinan yang lebih besar dibandingkan dengan Jepang di Grup C untuk lolos ke babak selanjutnya. Lalu Al Jazair sepertinya masih perlu menambah jam terbang piala dunianya. Hanya Djamel Mesbah dan Ishak Belfodil saja yang saya tau sepak terjangnya di skuad Al Jazair. Mereka pun hanya bermain di klub gurem Livorno, bahkan Belfodil akhirnya dicoret karena tidak mampu mencetak satu pun gol musim ini. Giorgio Samaras boleh merasa keren jika disandingkan dengan Belfodil. Ah, ada satu lagi. Saphir Taider yang bermain untuk Inter Milan musim lalu. Namun saya masih ragu jika dia cukup jago. Lihat saja permainan Inter Milan di Liga Italia musim lalu.

1. Belgia      7
2. Korea     5
3. Rusia       4
4. Al Jazair   1

Pemain yang akan menonjol :


Saphir Taider (Al Jazair)
Eden Hazard (Belgia)
    
Ki Sung Yeung (Korea Selatan)
Alan Dzagoev (Rusia)

Sunday, May 25, 2014

Kebencian Abadi di Kota Abadi

Persaingan ketat, rivalitas dan mempunyai musuh bebuyutan adalah hal biasa yang terjadi di dunia sepakbola. Misalkan di La Liga Spanyol. Persaingan antara Real Madrid dan Barcelona yang sangat panas hampir disetiap musimnya. Selalu terjadi duel sengit antara duo raksasa Spanyol ini. Bisa dilihat dari antusiasme pemain sebelum pertandingan hingga suporter yang bisa berbondong-bondong datang ke stadion. Tidak jarang pertandingan berakhir ricuh. Duel yang disebut juga El Classico ini bahkan terasa panasnya hingga seluruh penjuru dunia. Tidak heran rating and share dari pertandingan ini di TV sangat tinggi. Lalu di Inggris ada persaingan antara Manchester United dan Liverpool yang juga sudah melegenda. Persaingan saling sikut memperebutkan gelar juara atau sekedar gengsi masih akan selalu panas hingga saat ini.

Namun salah satu rivalitas terpanas dan mempunyai tensi paling tinggi justru berada di ibu kota Italia, Roma. Terdapat dua klub raksasa ibu kota yang sudah berpuluh-puluh tahun bersaing bahkan sangat kental aroma permusuhan, yaitu AS Roma dan Lazio. Terdengar sangat subjektif melihat saya adalah fans dari AS Roma, namun saya mencoba objektif untuk menyebut rivalitas kedua klub adalah rivalitas yang menggumkan. Banyak pertandingan derby atau persaingan klub besar yang sering saya saksikan, tapi tidak pernah sepanas pertandingan dan persaingan antara AS Roma dan Lazio yang juga disebut Derby della Capitale  atau derby ibu kota. Memang El Classico mempunyai "penggemar" yang besar dan persaingan yang ketat, tapi persaingan belum mampu menandingi kehebatan Derby della Capitale. Derby lainnya di Italia pun juga tidak ada yang semegah Derby della Capitale. Misalnya Derby della Madonina, Derby d'italia, atau Derby della Mole yang terasa masih lebih "bersahabat".

Anda tentu boleh mempunyai pendapat lain, tapi coba perhatikan beberapa hal yang akan saya coba ceritakan. Pertama latar belakang dari rivalitas ini tidak hanya soal sepakbola. Banyak unsur-unsur politik juga yang sering sengaja disampaikan dari pendukung-pendukung kedua klub. Para suporter di Kota Roma seakan memang memperlihatkan bahwa pertandingan derbi ibu kota ini tidak hanya sekekdar permainan. Klub AS Roma didirikan hasil penggabungan dari tiga tim. Roman, Alba-Audace dan Fortitudo, yang merupakan instruksi dari rezim fasis yang berkuasa dan diprakarsai oleh Italo Foschi. Pada masa itu Benito Mussolini memang sengaja menginginkan sebuah klub asal Roma yang kuat untuk menantang dominasi klub dari utara yang sangat perkasa seperti Juventus, AC Milan, Internazionale dan Torino. Namun ada satu klub yang menolak merger tersebut, tidak lain adalah Lazio. Hal ini juga merupakan pengaruh salah satu jendral fasis, Giorgio Varccaro. Dari sini dimulai persaingan antara kedua klub. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa AS Roma mewakili kaum buruh, karena mempunyai basis penggemar yang banyak di berbagai penjuru kota, sedangkan Lazio adalah representasi dari kaum borjuis, pendatang yang ingin menguasai Roma. Asumsi ini dibalas Lazio dengan menyebutkan bahwa mereka lebih dulu terbentuk dari AS Roma, maka Lazio lah yang berhak menguasai kota. Lazio didirikan tahun 1900 dan AS Roma baru didirikan 27 tahun setelahnya.  "Italia bukan lah negara bersatu seperti Amerika Serikat. Orang di sini lebih menganggap diri mereka sebagai Roman, atau Tuscan atau Sisilia dibanding Italia." jelas Franco Spicciarello penulis olahraga ternama di Kota Roma.


Sebenarnya pendukung kedua klub mempunyai kesamaan, yaitu membenci arogansi klub dari utara. Namun fakta bahwa AS Roma dan Lazio tetap tidak banyak meraih gelar dibandingkan klub raksasa utara menyempitkan pandangan kedua pendukung. Roministi dan Laziale semakin berpikir bahwa mereka setidaknya bisa menguasai Kota Roma yang malah meruncingkan persaingan kedua klub.  Rivalitas semakin terbentuk sampai menimbulkan kebencian yang melebih rasa cinta terhadap klubnya sendiri. Bisa dilihat ketika persaingan antara AS Roma dan Internazionale sedang sangat ketatnya dalam perebutan gelar juara, Laziale berulah dengan mencoba mengancam pemainnya sendiri saat pertandingan antara lazio dan Inter digelar. Spanduk seperti "Biarkan bolanya masuk Muslera (Penjaga gawang Lazio saat itu), maka kau akan tetap kami cintai!" lalu ada juga "Jangan kamu berani mencetak gol, Zarate! Atau akan kami paketkan ke Buenos Aires!" Jose Mourinho yang melatih Inter saat itu pun heran. "Tidak pernah saya melihat hal seperti ini," katanya. Hal seperti ini bahkan tak hanya sekali dilakukan oleh pendukung Lazio. Lalu juga beberapa kali Laziale bertindak rasis kepada pemain Roma yang kebetulan banyak diperkuat pemain Brazi berkulit hitam. Dari kubu romanisti juga beberapa kali melakukan ejekan yang sarkas kepada pemain Lazio, bahkan juga mantan pemain Lazio. Korbannya adalah Paulo Negro. Saat Roma berhasil merebut Scudetto pada tahun 2001, Roma hanya memimpin tipis diatas Juventus. Tentu hasil pertandingan derbi ibu kota saat itu sangat berpengaruh untuk kejayaan Roma saat itu. Kebetulan kemenangan 1-0 terjadi berkat gol bunuh diri bek Lazio, Paulo Negro. Nasib buruk bagi Negro saat sudah pindah membela Siena, Romanisti melakukan standing applause tepat saat Negro memasuki lapangan di pertandingan Roma melawan Siena. Sebuah ejekan yang akan selalu menjadi beban seumur hidup mungkin.

Para icon dari kedua klub juga banyak memberikan cerita seru saat Derby della Capitale berlangsung. Misalkan head to head antara Pangeran Roma, Francesco Totti dan kapten Lazio saat itu, Alessandro Nesta. Kedua pemain sempat beradu skill, dimana kepiawaian Nesta menjaga daerah pertahanan diimbangi dengan visi dan kemampuan Totti mengatur serangan, bahkan sempat terjadi tensi tinggi antara kedua pemain yang sama-sama memperkuat tim nasional Italia itu. Kemudian ada aksi pemboikotan pertandingan di Tahun 2003. Saat itu tiga pimpinan suporter turun ke lapangan untuk berbicara langsung kepada Totti. Terdengar oleh pemirsa di televisi kalau suporter akan membunuh para pemain jika pertandingan tidak dihentikan, alasannya ada anak kecil terbunuh di luar stadion akibat ulah polisi. Mendengar itu Totti berdiskusi dengan wasit dan pengurus pertandingan, yang berakhir dengan keputusan pertandingan harus ditunda. Ternyata setelah diusut berita anak kecil yang terbunuh hanya hoax dan akal-akalan beberapa suporter Roma untuk membalas perlakuan Polisi yang dianggap sewenang-wenang. Pernah juga disela pertandingan kedua suporter saling melempar mercon dan kembang api sampai memaksa pertandingan dihentikan sementara.  Kedua kapten tim saat itu, Paolo Di Canio dan Francesco Totti pun sampai harus berdamai sementara untuk menghampiri tribun suporter guna mengendalikan keadaan.


Banyak drama yang terjadi disetiap pertemuan Roma dan Lazio. Kali ini Roma datang dengan membawa tren bagus dibanding Lazio. Berada di posisi kedua dengan hanya sekali kalah dari pemimpin klasemen, Juventus, Roma mencoba memberikan permainan menyerang ala Rudi Garcia. Lazio juga kali ini sedang menanjak performanya setelah berpindah pelatih dari Vlad Petkovic ke Edy Reja. Drama apa yang akan tercipta di Derby della Capitale kali ini? Saya pasti akan selalu berharap Roma yang berjaya.

Sunday, April 25, 2010

Roma vs Sampdoria

akhirnya roma kalah setelah 25 pertandingan tak terkalahkan. kekalahan 1-2 dari sampdoria harusnya dapat dihindari. saat roma memimpin pertandingan lewat gol totti di menit 14, roma seperti terlalu percaya diri. hasilnya mereka lengah diawal babak kedua. lewat tusukan dari cassano yang lalu melepas umpan ke pazzini menjadikan kedudukan imbang satu sama.

untuk menambah daya gedor ranieri memasukan luca toni menggantikan perotta. hasilnya bagus. baru 1 menit masuk toni langsung membahayakan gawang sampdoria. lewat freekick pizzaro, toni berhasil menyundul bola dengan keras. sayang storari masih cekatan untuk menghalau bola. kemudian ranieri berjudi dengan mengganti bek kanan casetti dengan penyerang sayap rodrigo taddei untuk lebih menggencarkan serangan. hasilnya serangan roma menjadi lebih sporadis, namun justru inilah blunder ranieri yang dimanfaatkan luigi del neri pelatuh sampdoria. melihat roma tanpa bek kanan serangan menjadi lebih ditumpukan kepada mannini sayap kiri sampdoria. beberapa kali mannini berhasil lolos dari pengamatan pemain belakang roma. burdiso pun menjadi kerepotan karena harus menjaga sektor tengah dan kanan pertahanan roma sekaligus. hasilnya lagi-lagi melalui maninni yang kembali bebas dan berhasil menyodorkan bola ke pazzini. gol kedua buat pazzini dan sampdoria pun tercipta.

pertandingan hanya tersisa lima menit. roma masih berusaha mencetak gol. sayangnya sudah terlambat. waktu lima menit ditambah injury time tiga menit tidak cukup. intermilan berhasil mempertahankan posisi puncaknya. tapi masih ada sisa tiga pertandingan lagi. semua masih bisa terjadi. perbedaan poin sangat dekat, yaiutu dua angka. tidak mentolelir kekalahan atau hasil seri sekalipun. sebenarnya seandainya roma memiliki poin sama dengan intermilan, roma masih bisa berada diatas inter. karena dari dua pertemuan dengan inter, roma bermain imbang di san siro dan menang di olimpico. semua masih bisa berubah. apakah dominasi inter berlanjut atau kejadian scudetto roma tahun 2001 akan terulang?






Wednesday, April 14, 2010

Akhir Musim






Serie A di Akhir musim ini sudah memberikan kandidat juaranya. Roma, Inter Milan, dan Ac Milan. Setelah dikalahkan Roma 2-1 dan ditahan Fiorentina 2-2 Intermilan harus rela puncak klasemen dikudeta Roma. Konsistensi yang diperagakan Roma membuahkan hasil. Setelah sempat berada di zona degradasi diawal musim sungguh diluar dugaan Roma bisa memimpin Serie A menjelang akhir musim. Pencapaian yang terakhir kali dirasakan pada tahun 2004.

Romanisti belum bisa berpesta. Masih ada 5 pertandingan yang harus dijalani. Salah satunya adalah Lazio musuh bebuyutan Roma. Lazio yang sekarang mungkin terasa lebih inferior dari Roma. Berada tepat dimulut zona degradasi sangat berbeda jauh dari rivalnya Roma yang berada di puncak capolista ditambah performa trisula Toni, Totti, Vucinic yang sedang on-fire! Tapi jika lengah, mental Lazio yang tidak mau kalah dari rivalnya dan sedang berjuang keras lolos dari zona degradasi dapat membahayakan Roma. Dibandingkan dengan Inter masih perlu menjalani pertandingan melawan tim-tim kuat seperti Juventus dan Lazio. Fokus kompetisi yang masih terbagi tiga mungkin juga menjadi faktor inkonsistensi Inter. Kedalaman materi skuad Mourinho ternyata masih belum cukup untuk konsisten disemua ajang. Inter juga terlihat lebih fokus dengan Liga Champions dibanding Serie A. AC Milan lebih parah. Sisa pertandingan yang ada tidak mudah. Apalagi ditambah absennya Pato dan Nesta. Efektifitas formasi 4-2-1-fantasia menjadi melempem. Pato dan Nesta menjadi elemen penting dalam pertahanan dan serangan formasi ini.

Peran-peran pemain utama Roma, Inter, dan Milan menjadi sangat vital. Di Roma ada David Pizzaro yang sedang top-form. Playmaker kecil asal Chile ini selalu bisa menyeimbangkan pertahanan dan kualitas serangan Roma dari tengah. Pizzaro juga dipercaya sebagai pengatur serangan utama di Roma menggeser sang kapten Totti. Sedangkan di Inter ada Sneijder yang akhir-akhir ini kerap menjadi penentu kemenangan Inter. Kemampuannya mengatur serangan memudahkan kinerja lini depan yang diisi Milito dan Eto'o. Tendangan bebas mautnya juga menjadi senjata rahasia Inter musim ini. Boriello di Milan juga membuktikan bahwa dirinya sudah pantas menjadi penyerang utama Milan dan Italia. Kelihaiannya mencari posisi di kotakn penalty musuh menjadi senjatanya untuk membobol gawang lawannya. dibantu dengan umpan-umpan terukur Pirlo, Beckham, dan Ronaldinho tidak heran kemampuan Boriello merobek pertahanan musuh.

Jadi siapakah yang paling konsisten? Apakah Pizzaro, Snejder, atau Boriello?

First!




yeah,sesuai judulnya blog ini akan saya isi mengenai pandangan-pandangan saya mengenai sepakbola. tentu saja melalui "kacamata" seorang penggemar kota roma dan klub sepakbolanya AS ROMA!

Okeh! salam kenal! Bravo calcio!! Bravo Roma!!